PEMERINTAH LAMBAT RESPON, SISTEM TRANSPORTASI ONLINE MENJAMUR

Admin
4 Min Read

waas-189x300BP.TANGERANG- (Kota Tangerang) Beberapa hari lalu wilayah Jakarta dan sekitarnya digegerkan dengan ulah para sopir angkutan umum khususmya taksi. Para sopir taksi konvensional ini protes terhadap keberadaan jasa transportasi berbasis online semisal Uber atau Grab taksi.

Wajah transportasi Indonesia tercoreng akibat ulah segelintir sopir taksi konvensional yang menolak keras keberadaan taksi online. Berbagai alasan dikemukan sopir taksi yang protes. Mulai dari tarif yang lebih murah hingga belum dipunyainya izin yang dipegang taksi online.

Prihatin dengan konsidi yang demikian advokat sekaligus pemerhati hukum di Tangerang, Banten, Alexander Waas SH,MH angkat bicara, terkait kekisruhan transportasi online yang sekaraang ini berkembang di Indonesia khususnya Jakarta dan sekitarnya. Menurtnya sistem transportasi di Indonesia mengacu pada Undang-Undang nomor 22 tahun 2009, tentang lalulintas dan angkutan jalan.

Didalam UU tersebut jelas disebutkan tentang klasifikasi angkutan umum serta aturan lain yang mengikat. Untuk transportasi konvensional seperti yang sudah umum ada di Indonesia seperti angkutan antar kota/provinsi, angkutan dalam kota hingga taksi, sudah jelas tertera aturan bagi yang akan menyelenggarakannya.

Namun demikian seiring perkembangan teknologi muncul kini berbagai pelayanan jasa melalaui online. Bukan hanya untuk transportasi saja, pertemanan, media, hingga jual-beli pun, sudah tersedia sistem online.

Khusus jasa tranportasi semisal taksi, sebelum berhak memberikan pelayanan terlebih dahulu harus mengajukan berbagai persyaratan ke pemerintah.

“Angkutan seperti ini yang biasa kita sebuat angkutan konvensional berplat kuning. Sebab angkutan merupakan resmi pemerintah terkait izin dan sebagainya. Akibat membutuhkan perizinan otomatis berpengaruh di harga yang dibebankan ke masyarakat,” ujar Alex.

Berbeda dengan jasa tranportasi online, tutur Alex yang hingga saat ini belum ada reglasi yang mengaturnya. Akibatnya harga ataupun keberadaan angkutan online tersebut lebih murah dan lebih mudah diterima masyarakat karena cepat, nyaman dan aman.

Indonesia sebagai negara yang mengaku sebagai negara hukum, setiap persoalan yang terjadi tentunya harus mengedepankan azas legalitas. Artinya, setiap bila terjadi gejolak di masyarakat, harus kembali pada aturan yang berlaku.

Bila mengacu pada UU tentang transportasi, jasa angkutan online taksi yang saat ini ditolak oleh taksi konvensional bisa diterima berdasarkan aturan yang ada. Namun demikian karena pelayanan transportasi online dibutuhkan dan diterima masyarakat, pemerintah harus mencarikan jalan keuarnya.

Salah satu caranya yang bisa dilakukan pemerintah harus secepatnya memberikan payung hukum atas keberadaan jasa transportasi online. Jangan sampi ada pelangagaran hekum oleh sekelompok orang, namun dibiarkan meskipun hal itu sudah diterima masyarakat.

Karena harus diakui di Indonesia masyarakatnya belum sepenuhnya memahami antara angkutan umum yang memenuhi perusahaan berbadan hukum atau badan usaha semata.

“Yang terjadi kemarin, karena pemerintah lamban merespon atas perkembangan tekhnologi yang terjadi. Pengusaha jasa transportasi online harus segera mendaftarkan jasanya ke Kementrian terkait. Dan Pemeritah harus segera secepatnya melayani bagi mereka yang akan mengajukan perzinan semua jasa yang berkaitan dengan sistem online,” tandas pengacara anggota Peradi ini.

Namun demikian ada kendala bagi pemerintah, untuk mengatur bagi pengusaha yang akan mengajukan perizinannnya. Diantaranya pemerintah tidak punya cukup waktu untuk mengatur hal itu.

Untuk menajawabnya, pemerintah tidak haram mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), menyikapi sistem pelayanan berbasis online. Sebab dalam hirarki tatanan hukum di Indonesia selain UUD 1945, Undang-Undang ada pula Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undangan serta terus ke bawah yang lainnya. Dalam kondisi saat ini bila mengeluarkan UU jelas membutuhkan waktu yang lama. Berbeda halnya bila pemerintah mengeluarkan Perpu, yang membutuhkan waktu relatif lebih cepat.

“Kalau Undang-Undang membutuhkan waktu lama, berbeda dengan Perpu. Terlebih kondisi saat ini, masuk dalam kondisi memaksa atau darurat. Sebab angkutan taksi online higga saat ini, tetap masih beroperasi meski mungkin tidak terang-terangan. Jangan sampai aksi anarkis terulang kembali, akibat pemerintah lamban dalam merespon aturan hukum,” pungkasnya.        (zulkarnaen/ bentengpos.com)

 

 

 

 

Share this Article
Leave a comment